Komunikasi dengan Anak: Bagaimana Mengoptimalkannya?

Sudah 2023. Lagi-lagi lama tidak memperbarui konten catatan di blog. Semoga menjadi salah satu resolusi tahun baru untuk ke depan kembali rajin berbagi pikiran lewat tulisan, khususnya di ruang ini.

Saya awali unggahan 2023 dengan membagikan edukasi bersama IPPI, seputar komunikasi dengan anak yang tidak ada habisnya ditanyakan oleh para orangtua. Ringkas, namun berharap tetap memberi manfaat.

Baca lebih lanjut

Stimulasi Perkembangan Saat Menemani Anak Bermain

Stimulasi adalah faktor penting yang memengaruhi optimal tidaknya perkembangan seseorang sejak masa pranatal. Stimulasi perkembangan perlu diberikan secara tepat sesuai tahapan usia anak, dengan memperhatikan pula berbagai kebutuhan di setiap aspeknya.

Di masa kanak-kanak awal, waktu-waktu bermain adalah saat yang sebaiknya tidak dilewatkan dalam memberikan berbagai stimulasi. Hanya saja dikarenakan berbagai sebab, belum semua orangtua memahami bagaimana cara mengoptimalkannya. Beberapa menganggap memberi kesempatan anak bermain sendiri, atau sekedar menyediakan alat permainan tertentu bagi anak sudah cukup untuk merangsang perkembangan mereka. Padahal tidak demikian. Keaktifan dan segala sesuatu yang dilakukan oleh orangtua selama menemani anak bermain adalah hal-hal yang justru lebih menentukan sebanyak apa dan sejauh mana kemampuan anak akan berkembang.

Tulisan edukasi bersama IPPI berikut ini mencoba memberikan pokok-pokok petunjuknya secara ringkas. Semoga bisa dimanfaatkan oleh para orangtua yang membaca dan kemudian berusaha menerapkannya.

Baca lebih lanjut

Ketika Usia 2 Tahun Anak Belum Dapat Berbicara, Apa yang Harus Diupayakan?

Februari lalu membuat catatan edukasi singkat bersama IPPI yang terlewat belum dibagikan di blog ini. Topiknya tentang anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara karena berbagai macam sebab. Sayangnya tidak sedikit dari orangtua yang terlambat pula menyadari, bahkan membuat pembenaran tentang kondisi anak dengan menyampaikan misalnya keterlambatan bicara tersebut adalah hal yang biasa terjadi di keluarga besarnya, dan pada saatnya nanti anak akan bisa bicara dengan sendirinya.

Memang tidak sedikit dari orangtua yang belum memahami bahwa perkembangan kemampuan anak di setiap aspeknya akan dipengaruhi oleh faktor kematangan yang berkaitan dengan bawaan, serta faktor belajar dimana stimulasi merupakan penentunya. Meskipun misalnya ada pola khas dalam keluarga tertentu yang menampakkan kecenderungan terlambat dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya, namun jika dibiarkan tanpa stimulasi yang optimal, keterlambatan tersebut akan menjadi semakin sangat. Artinya, jarak dengan capaian rata-rata di usia tersebut juga semakin jauh. Sementara kita tahu perkembangan kemampuan individu di satu aspek akan berpengaruh pula pada perkembangan kemampuan di aspek yang lain, karena sifatnya multidimensi dan saling terkait.

Karena itu, alangkah baiknya jika orangtua sudah menyadari adanya ‘PR’ pada perkembangan bicara anak untuk segera mengambil langkah tepat dalam menanganinya. Sebab pada sejumlah kasus, terlambat bicara adalah juga penanda terjadinya hambatan perkembangan yang lebih kompleks pada anak.

Berikut secara ringkas beberapa catatan yang dapat dijadikan sebagai petunjuk bagi orangtua dan pengasuh anak lainnya untuk menindaklanjuti kondisi ini:

Baca lebih lanjut

Refleksi Ibu Belajar (4): Mengelola Emosi, Mengupayakan Ketangguhan

Hidup tidak selalu berjalan sebagaimana yang diharapkan. Ada kalanya kita dihadapkan pada situasi yang penuh tekanan karena persoalan atau kesulitan yang muncul di luar kendali. Entah dalam keluarga, pekerjaan, maupun sisi-sisi hidup yang lain. Bahkan ketika suatu saat tekanan psikologis meningkat, beban terasa begitu berat, kondisi akan membawa pada ketidakstabilan emosi yang jika tidak dikelola dengan tepat akan berdampak panjang ke sekitar, termasuk anak.

Mengingat siapapun akan mungkin mengalaminya, maka usaha untuk terus memperkuat kemampuan dalam mengelola emosi adalah langkah yang penting dilakukan oleh setiap orangtua. Tujuannya tentu agar anak seminimal mungkin terkena dampak permasalahan orangtua; kita menjadi pribadi yang semakin tangguh, yang mampu menghadapi setiap tantangan hidup dengan baik; sekaligus menjadi contoh bagi anak-anak agar nantinya mereka juga mengembangkan kekuatan personal yang serupa, bahkan jika mungkin lebih baik.

Berkait itu pula, saya terkadang meluangkan waktu untuk sejenak menoleh ke belakang. Mencoba mencari hikmah dari perjalanan hidup yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa antar waktu, antar episode itu seringkali saling berkait, ada benang merahnya. Pengalaman yang lebih dulu terlewati seolah memberi bekal untuk mampu menghadapi yang kemudian datang.

Barangkali skenario Allah juga kenapa sekian tahun yang lalu saya begitu tertarik untuk mulai mempelajari dan kemudian mendalami resiliensi, sebuah konsep yang menjelaskan tentang ketangguhan dalam hidup. Boleh jadi, itu bagian dari proses bagaimana Allah menyiapkan saya agar bisa menjalani garis-garis takdir-Nya yang tidak biasa.

Dan melalui setiap momen ujian (baca: ruang belajar), Allah seolah menghendaki saya tidak hanya sekedar mempelajari dan membagikan pemahaman ke orang lain, tetapi juga menerapkannya secara langsung ketika diri sendiri menghadapi situasi sulit. Walk the talk. Termasuk mengupayakan agar seberat apapun persoalan yang dihadapi, komitmen terhadap pengasuhan anak sedapat mungkin tidak terlalu terdampak.

Baca lebih lanjut

(Buku Baru) – Belajar dan Bertumbuh Bersama: Catatan Reflektif Pengasuhan Anak

Enam bulan berjeda dari tulisan sebelumnya, ada banyak yang ingin dibagikan. Saya mulai dari terselesaikannya satu lagi buku parenting yang mengemas ulang buku Karena Kita Adalah Orangtua (2015), dan melengkapinya dengan beberapa tulisan lain.

Baca lebih lanjut

Video Webinar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus di Masa Pandemi: Catatan dari Indonesia dan Malaysia

Berikut adalah rekaman saat memberikan materi pada webinar pendidikan anak berkebutuhan khusus yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, bekerjasama dengan Universiti Malaya. Diteruskan di blog ini untuk memperluas kemanfaatan informasinya, agar semakin banyak diakses oleh para orangtua, pendidik, maupun pemerhati perkembangan anak-anak kita yang istimewa ini. Terima kasih secara khusus disampaikan kepada Prof Loh Sau Cheong yang berkenan untuk berbagi cerita bersama.

https://www.youtube.com/watch?v=HfN1qKit5VE&t=3939s
Webinar Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Membangun Dialog yang Konstruktif dengan Anak Berusia Remaja

Pertanyaan seputar “bagaimana memperbaiki komunikasi dengan anak yang berusia remaja” begitu sering disampaikan oleh para orangtua. Tidak sedikit diantaranya bahkan mengalami situasi komunikasi yang sangat sulit, hingga kerap berujung konflik, meski awalnya maksud orangtua hanyalah ingin mengingatkan anak tentang sesuatu.

Melalui catatan ringkas ini, saya coba menuliskan kembali beberapa pokok pengingat bagi orangtua dalam hal membangun dialog yang konstruktif dengan remaja, berdasarkan artikel saya dalam Buku Seri II IPPI: Dinamika Perkembangan Remaja (Problematika dan Solusi).

Baca lebih lanjut

KETIKA ANAK TANTRUM: Memahami dan Mengoptimalkan Cara Menanganinya

Kembali memberikan catatan ringkas bersama IPPI. Kali ini tentang bagaimana menghadapi tantrum yang kerap muncul pada anak di kisaran usia 1,5 sampai 3 tahun. Tantrum pada dasarnya merupakan bagian dari proses perkembangan anak menuju kematangan emosi dan sosial. Umumnya tantrum akan berangsur berkurang di kisaran usia 4 tahun, sejalan kemampuan anak yang semakin baik dalam mengomunikasikan dan mengelola emosi yang dirasakan. Namun apabila tidak ditangani dengan tepat, tantrum dapat berkepanjangan hingga memunculkan persoalan psikologis yang cukup serius.

Terkait hal tersebut, apa saja yang kemudian perlu dilakukan oleh orangtua? Berikut adalah beberapa petunjuknya:

Baca lebih lanjut

Menjadi Remaja yang Resilien untuk Mencapai Psychological Wellbeing di Masa Pandemi

Berikut adalah sedikit rangkuman tentang langkah-langkah mengupayakan resiliensi untuk menjaga wellbeing remaja di masa pandemi.

Beberapa kutipan berita di bagian awal disajikan untuk menegaskan bahwa pandemi tidak selalu memberikan efek yang negatif bagi para remaja. Sejumlah data pada pemberitaan tersebut menunjukkan bahwa tidak sedikit diantara remaja yang mampu mengelola situasi penuh tantangan menjadi peluang untuk bisa mengasah kemampuan sekaligus turut berkontribusi membantu masyarakat, dengan terlebih dahulu berproses menjadi individu yang resilien.

Catatan ini sebagaimana tersampaikan pada mahasiswa saat mengisi Kuliah Umum di Prodi Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 15 Oktober 2021 yang lalu.

Processed with MOLDIV
Baca lebih lanjut

Sehat Mental Keluarga, Saat Pandemi Corona

Catatan ringkas bersama IPPI ini ditulis sebagai pengingat pentingnya menjaga kesehatan mental dalam keluarga di masa pandemi yang masih terus memanjang, bahkan belakangan menunjukkan kondisi yang justru semakin memprihatinkan.

Pemberitaan di berbagai media massa juga didominasi oleh beragam informasi yang mendatangkan banyak tekanan psikologis: Angka kasus yang ekstrim meninggi, begitu juga dengan jumlah kematian yang mengikutinya. Semua bahkan merangsek masuk ke ring-ring terdekat kehidupan kita.

Tidak sedikit rekan, keluarga, dan kolega lainnya yang semakin merasakan kecemasan. Stres meningkat, kekalutan banyak ditemukan. Karenanya, edukasi sehat mental dalam situasi krisis seperti saat ini rasanya perlu untuk dihadirkan kembali. Semoga catatan ringkas ini sedikit membantu dan memberikan manfaat.

Baca lebih lanjut